Senin, 17 September 2012

Sejarah UNTAD PaLu

A.     STATUS UNIVERSITAS TADULAKO DI BERBAGAI PERIODE
Keberadaan perguruan tinggi di Sulawesi Tengah, yang merupakan cikal bakal Universitas Tadulako ditandai dengan 3 (tiga) tahapan perjalanan sejarah yaitu periode Universitas Tadulako status swasta (1963-1966), periode status cabang (1966-1981), dan status negeri yang berdiri sendiri UNIVERSITAS TADULAKO (UNTAD), sejak tahun 1981.
1.      Periode Status Swasta (1963-1966)
Universitas Tadulako sebagai perguruan tinggi swasta bermula dan tumbuh dengan mendapatkan kehidupan dari swadaya murni masyarakat Sulawesi Tengah, sudah berdiri sebelum daerah Sulawesi Tengah mendapatkan statusnya sebagai Daerah Tingkat I Propinsi Sulawesi Tengah. Tadulako secara konkret berarti pemimpin, dan menurut sifatnya berarti keutamaan. Dengan demikian tadulako adalah pemimpin yang memiliki sifat-sifat keutamaan (adil, bijaksana, jujur, cerdas, berani, bersemangat, pengayom, pembela kebenaran).
Pemberian nama tadulako bagi universitas ini dimaksudkan oleh para pendirinya agar Universitas Tadulako menjadi lembaga pendidikan tinggi yang menghasilkan pemimpin-pemimpin yang memiliki sifat-sifat keutamaan. Demikian kuatnya keinginan para pemuka masyarakat di daerah ini, yang memulai kerja kerasnya dengan meletakkan langkah-langkah ke arah terciptanya lembaga dan masyarakat ilmiah, malalui terbentuknya sebuah universitas. Nama-nama pemuka masyarakat perintis pendiri Universitas Tadulako, tetap tercatat dengan baik untuk selalu diingat serta dihargai pada setiap peristiwa dalam kehidupan Universitas ini, kini dan akan datang.
Dari kerja keras tersebut, maka pada tanggal 8 Mei 1963 berdirilah Universitas Tadulako dengan status Swasta, dengan rektor pertama Drh. Nasri Gayur. Setelah melalui berbagai macam usaha untuk meningkatkan status dan peran Universitas Tadulako, maka pada tanggal 12 September 1964 ditingkatkan statusnya menjadi “TERDAFTAR“sesuai dengan Surat Keputusan.
Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Nomor 94/B-SWT/P/64, dengan empat fakultas :
Ø  Fakultas Sosial Politik.
Ø  Fakultas Ekonomi.
Ø  Fakultas Peternakan.
Ø  Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Ilmu Hayat dan Ilmu Pendidikan.
Perkembangan selanjutnya bertambah lagi satu fakultas yaitu Fakultas Hukum sehingga keseluruhan menjadi 5 (lima) fakultas.
2.      Periode Cabang (1966-1981)
Berbagai upaya dan kerja keras yang dilakukan oleh pemuka masyarakat di daerah ini, sehingga terwujudlah Perguruan Tinggi Negeri dengan status cabang, yaitu Universitas Tadulako Cabang Universitas Hasanuddin, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) Nomor 1 Tahun 1966 tanggal 1 Januari 1966 dan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Ujung Pandang Cabang Palu berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) Nomor 2 Tahun 1966 tanggal 1 Januari 1966.

Universitas Tadulako Cabang Universitas Hasanuddin (Untad Cabang Unhas) terdiri atas empat fakultas yaitu :
Ø  Fakultas Peternakan.
Ø  Fakultas Ekonomi.
Ø  Fakultas Hukum.
Ø  Fakultas Sosial dan Politik.

3.      IKIP Ujung Pandang Cabang Palu
Terdiri atas tiga fakultas yaitu :
Ø  Fakultas Ilmu Pendidikan.
Ø  Fakultas Keguruan Sastera dan Seni.
Ø  Fakultas Keguruan Ilmu Eksakta.
Sejak saat itulah kedua perguruan tinggi cabang tersebut mengalami kehidupannya dengan cara yang amat ditentukan oleh induk masing-masing, terutama dalam hal penyelenggaraan pendidikan, pengadaan tenaga akademik dan administrasi. Di samping peran perguruan tinggi induk yakni UNHAS dan IKIP Ujung Pandang, peran pemerintah daerah serta pemuka masyarakat di daerah ini sangat menentukan perkembangan kedua perguruan tinggi cabang tersebut.
4.      Universitas Tadulako Negeri Berdiri Sendiri (sejak tahun 1981)
Setelah melalui perjalanan dan perjuangan panjang selama 15 tahun dengan status cabang, berbagai pengalaman dan penyesuaian sistem pendidikan tinggi nasional, dapat dilaksanakan dengan satu komitmen peningkatan status yaitu pembentukan satu wadah universitas negeri yang berdiri sendiri. Dengan dukungan Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan), Untad Cabang Unhas dan IKIP Ujung Pandang Cabang Palu secara sendiri-sendiri telah melakukan berbagai upaya berupa penataan akademik, administrasi dan penyediaan prasarana dan sarana yang dibutuhkan.
Untuk lebih mengefektifkan upaya mewujudkan satu universitas negeri yang berdiri sendiri, maka pada tahun 1978 atas fasilitasi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan Pemerintah Daerah Propinsi Sulawesi Tengah, dibentuklah Koordinatorium Perguruan Tinggi Sulawesi Tengah (PTST) yang diketuai oleh Gubernur Propinsi Sulawesi Tengah dengan enam orang wakil ketua yang berasal dari UNTAD Cabang UNHAS (3 orang) dan IKIP Ujung Pandang Cabang Palu (3 orang).
Upaya Koordinatorium PTST tersebut untuk menyatukan kembali kedua perguruan tinggi cabang di Sulawesi Tengah pada akhirnya muncul dan menjadi dasar yang lebih kokoh untuk berdirinya universitas negeri yang berdiri sendiri. Atas dukungan dan upaya masyarakat di Sulawesi Tengah, Pemerintah Daerah, Rektor UNHAS, Rektor IKIP Ujung Pandang serta Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, akhirnya status cabang kedua lembaga pendidikan tinggi tersebut di atas ditingkatkan menjadi “UNIVERSITAS NEGERI YANG BERDIRI SENDIRI”, dengan nama UNIVERSITAS TADULAKO (UNTAD) sesuai dengan Keputusan Presiden RI Nomor 36 Tahun 1981 tanggal 14 Agustus 1981.
Berdasarkan Keputusan Presiden tersebut Untad terdiri atas 5 (lima) fakultas :
Ø  Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Ø  Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Ø  Fakultas Ekonomi.
Ø  Fakultas Hukum.
Ø  Fakultas Pertanian.
Dalam perkembangan selanjutnya bertambah lagi satu fakultas yaitu Fakultas Teknik sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 0378/0/1993 tanggal 21 Oktober 1993.
Dari 6 (enam) fakultas yang ada, saat ini Universitas Tadulako menyelenggarakan Pendidikan Program Sarjana dan Program Diploma dengan 23 (dua puluh tiga) Program Studi.

B.     TUJUAN UNIVERSITAS TADULAKO
Tujuan Untad tidak terlepas dari tujuan dasar pendidikan tinggi, yaitu : (a) sebagai wahana untuk menghasilkan tenaga kerja yang memiliki kualifikasi tertentu agar dapat berfungsi secara produktif di masyarakat; (b) sebagai wahana untuk membina dan melatih tenaga peneliti, pemikir dan profesional; (c) sebagai wahana penyelenggaraan proses pembelajaran yang efisien, efektif dan produktif; (d) sebagai wahana yang mengupayakan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Filosofi, visi dan misi yang dikembangkan Untad, serta tujuan dasar pendidikan tinggi Untad bersifat umum yang perlu dijabarkan ke dalam tujuan-tujuan sebagai berikut :
a.       Menyelenggarakan program sarjana dan diploma pada berbagai program studi, sehingga menghasilkan lulusan dengan kualitas tinggi dan kompetensi keilmuan dan keahlian yang relevan dengan dunia kerja, yang :
ü  Berahlak mulia;
ü  Beretika akademik terhormat;
ü  Berpengetahuan akademik (ipteks) yang sesuai dengan tuntutan zaman;
ü  Mampu berkomunikasi efektif, dalam bahasa Indonesia dan asing (Inggris);
ü  Menguasai dan mampu memanfaatkan teknologi informatika yang terus berkembang;
ü  Berwawasan kemandirian (wirausaha) yang tangguh;
ü  tanggap dan berkemampuan tinggi menyesuaikan diri terhadap perubahan dan kemajuan;
ü  Berbekal disiplin dan etos kerja tinggi;
ü  Berbekal kesadaran yang tinggi tentang hak asasi, demokrasi, intelektual dan pelestarian lingkungan.
b.      Melaksanakan penelitian terapan bagi pengembangan teknologi dan kesenian yang relevan untuk mendukung pembangunan nasional pada umumnya dan pengembangan industri pada khususnya, serta melaksanakan penelitian dasar bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
c.       Melaksanakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat dalam rangka mengamalkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan jalan memprakarsai dan berperan serta dalam kegiatan-kegiatan pembangunan di daerah tertinggal pada khususnya, serta memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dalam hal pemberian konsultasi hukum, manajemen, informasi ilmiah, paket-paket teknologi dan sebagainya.
d.      Mengembangkan dan membina kehidupan masyarakat akademik yang sehat dan dinamis, yang didukung oleh budaya ilmiah yang menjunjung tinggi kebenaran terbuka, kritis, bertanggung jawab, kreatif, inovatif dan tanggap terhadap perubahan di tingkat nasional maupun global.
e.       Menjalin dan menempuh kerja sama kelembagaan yang simetrikal dan saling menguntungkan dengan pemerintah, dunia kerja (industri) dan lembaga pendidikan tinggi baik di dalam maupun di luar negeri.
f.       Meningkatkan kinerja di semua aspek kegiatan yang menjadi misi Untad guna mencapai universitas yang berdedikasi tinggi yang dikenal secara nasional.

Rabu, 12 September 2012

ANTROPOLOGI PEDESAAN DAN PERKOTAAN

1.     Masyarakat Desa
Ø Yang dimaksud dengan desa menurut Sutardjo Kartodikusuma mengemukakan sebagai berikut: Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri
Ø Menurut Bintaro, desa merupakan perwujudan atau kesatuan goegrafi ,sosial, ekonomi, politik dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain Drs. H. Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, 2003, Hal.241
Ø Sedang menurut Paul H. Landis :Desa adalah penduduknya kurang dari 2.500 jiwa. Dengan ciri ciri sebagai berikut :
1.     mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.
2.     Ada pertalian perasaan yang sama  tentang kesukaan terhadap kebiasaan
3.     Cara berusaha (ekonomi)adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam seperti : iklim, keadaan alam ,kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan
*    Ciri-ciri Masyarakat Desa
Ø Menurut Talcolt Parsons” menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat tradisional (Gemeinschaft) yang mengenal ciri-ciri sebagai berikut :
1.     Afektifitas ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta , kesetiaan dan kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan  tolong menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain  dan menolongnya tanpa pamrih.
2.     Orientasi kolektif,  sifat ini merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu mereka mementingkan kebersamaan , tidak suka menonjolkan diri, tidak suka akan orang yang berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan keseragaman persamaan.
3.     Partikularisme  pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk kelompok tertentu saja.(lawannya Universalisme).
4.     Askripsi  yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.(lawanya prestasi).
5.     Kekabaran (diffuseness). Sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antara pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat desa menggunakan bahasa tidak langsung, untuk menunjukkan sesuatu.
Dari uraian tersebut (pendapat Talcolt Parson) dapat terlihat pada desa-desa yang masih murni masyarakatnya tanpa pengaruh dari luar

2.     Masyarakat Kota
Ø Kota adalah suatu pemilihan yang cukup besar, padat dan permanen, dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya. (Wirth)
Ø Kota apabila penghuni setempatnya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya dipasar lokal (Max Weber).       
Ø Kota ialah tempat yang berpenduduk sepuluh ribu orang atau lebih (Dwigth Sanderson).
Ø Dari beberapa pendapat secara umum dapat dikatakan mempunyani ciri-ciri mendasar yang sama. Pengertian kota dapat dikenakan pada daerah atau lingkungan komunitas tertentu dengan tingkatan dalam struktur pemerintahan.

*    Ciri-ciri Masy Kota Menurut Parsons :

Ø Netral Afektif
Masyarakat Kota memperlihatkan sifat yang lebih mementingkat Rasionalitas dan sifat rasional ini erat hubungannya dengan konsep Gesellschaft atau Association. Mereka tidak mau mencampuradukan hal-hal yang bersifat emosional atau yang menyangkut perasaan pada umumnya dengan hal-hal yang bersifat rasional, itulah sebabnya tipe masyarakat itu disebut netral dalam perasaannya.
Ø Orientasi Diri
Manusia dengan kekuatannya sendiri harus dapat mempertahankan dirinya sendiri, pada umumnya dikota tetangga itu bukan orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan kita oleh karena itu setiap orang dikota terbiasa hidup tanpa menggantungkan diri pada orang lain, mereka cenderung untuk individualistik.
Ø Universalisme
Berhubungan dengan semua hal yang berlaku umum, oleh karena itu pemikiran rasional merupakan dasar yang sangat penting untuk Universalisme. 
Ø Prestasi
Mutu atau prestasi seseorang akan dapat menyebabkan orang itu diterima  berdasarkan kepandaian atau keahlian yang dimilikinya. 
Ø Heterogenitas
Masyarakat kota lebih memperlihatkan sifat Heterogen, artinya terdiri dari lebih banyak komponen dalam susunan penduduknya.

*   Ciri-ciri yang menonjol pada masyarakat perkotaan, yaitu :
Ø Kehidupan keagamaannya berkurang, kadangkala tidak terlalu dipikirkan karena memang kehidupan yang cenderung kearah keduniaan saja.
Ø Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus berdantung pada orang lain (Individualisme).
Ø Pembagian kerja diantara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.
Ø Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota.
Ø Jalan kehidupan yang cepat dikota-kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu bagi warga kota, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
Ø Perubahan-perubahan tampak nyata  dikota-kota, sebab kota-kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar.
 
3.     Perbedaan Masyarakat Desa dan Kota
Masyarakat Pedesaan
Masyarakat Perkotaan
Perilaku homogen
Perilaku yang dilandasi oleh konsep kekeluargaan dan kebersamaan
Perilaku yang berorientasi pada tradisi dan status
Isolasi sosial, sehingga statik
Kesatuan dan keutuhan kultural
Banyak ritual dan nilai-nilai sakral
Kolektivisme
Perilaku heterogen
Perilaku yang dilandasi oleh konsep pengandalan diri dan kelembagaan
Perilaku yang berorientasi pada rasionalitas dan fungsi
Mobilitas sosial, sehingga dinamik
Kebauran dan diversifikasi kultural
Birokrasi fungsional dan nilai-nilai sekular                                   
Individualisme

4.     Hubungan Antara Desa Dan Kota
Secara teoritik, kota merubah atau paling mempengaruhi desa melalui beberapa cara, seperti:
Ø Ekspansi kota ke desa, atau boleh dibilang perluasan kawasan perkotaan dengan merubah atau mengambil kawasan perdesaan. Ini terjadi di semua kawasan perkotaan dengan besaran dan kecepatan yang beraneka ragam;
Ø Invasi kota, pembangunan kota baru seperti misalnya Batam dan banyak kota baru sekitar Jakarta merubah perdesaan menjadi perkotaan. Sifat kedesaan lenyap atau hilang dan sepenuhnya diganti dengan perkotaan;
Ø Penetrasi kota ke desa, masuknya produk, prilaku dan nilai kekotaan ke desa. Proses ini yang sesungguhnya banyak terjadi;
Ø ko-operasi kota-desa, pada umumnya berupa pengangkatan produk yang bersifat kedesaan ke kota. Dari keempat hubungan desa-kota tersebut kesemuanya diprakarsai pihak dan orang kota. Proses sebaliknya hampir tidak pernah terjadi, oleh karena itulah berbagai permasalahan dan gagasan yang dikembangkan pada umumnya dikaitkan dalam kehidupan dunia yang memang akan mengkota.

*    Bentuk hubungan desa & kota
Ø Dengan adanya hubungan Masyarakat Desa dan Kota  yang saling ketergantungan dan saling membutuhkan tersebut maka timbulah masalah baru yakni ; Urbanisasi yaitu suatu proses berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi merupakan proses terjadinya masyarakat perkotaan. (soekanto,1969:123 ).
Ø Sebab-sebab Urbanisasi
a.     Faktor-faktor yang mendorong penduduk desa untuk meninggalkan daerah kediamannya (Push factors)
b.    Faktor-faktor yang ada dikota yang menarik penduduk desa untuk pindah dan menetap dikota (pull factors)

*    Hal – hal yang termasuk push factor antara lain :
Ø Bertambahnya penduduk sehingga tidak seimbang dengan persediaan lahan pertanian,
Ø Terdesaknya kerajinan rumah di desa oleh produk industri modern.
Ø Penduduk desa, terutama kaum muda, merasa tertekan oleh oleh adat istiadat yang ketat sehingga mengakibatkan suatu cara hidup yang monoton.
Ø Didesa tidak banyak kesempatan untuk menambah ilmu pengetahuan.
Ø Kegagalan panen yang disebabkan oleh berbagai hal, seperti banjir, serangan hama, kemarau panjang, dsb. Sehingga memaksa penduduk desa untuk mencari penghidupan lain dikota.

*    Hal – hal yang termasuk pull factor antara lain :
Ø Penduduk desa kebanyakan beranggapan bahwa dikota  banyak pekerjaan dan lebih mudah untuk mendapatkan penghasilan;
Ø Dikota lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan usaha kerajinan rumah menjadi industri kerajinan;
Ø Pendidikan terutama pendidikan lanjutan, lebih banyak dikota dan lebih mudah didapat;
Ø Kota dianggap mempunyai tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dan merupakan tempat pergaulan dengan segala macam kultur manusianya;
Ø Kota memberi kesempatan untuk menghindarkan diri dari kontrol sosial yang ketat atau untuk mengangkat diri dari posisi sosial yang rendah (Soekanti, 1969 : 124-125 ).